LPM Semesta – Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Madura (BEM-UNIRA) memberikan kritikan melalui mimbar bebas dan seruan moral kepada pemerintah
khususnya Presiden Indonesia Joko Widodo. Dengan dalih krisis moral serta disinyalir menyalahgunakan wewenang menjelang pesta demokrasi pemilu 2024. 07/02/2024
Pernyataan sikap dan mimbar bebas dengan tema ” Arabhât Bhângsa Kalabhân Tatakrama” diikuti oleh mahasiswa Universitas Madura dan segenap Pengurus BEM-UNIRA Kabinet Merdeka
Berlangsung di depan Gedung Rektorat Universitas Madura, acara tersebut dimulai dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya, Hymne Unira, dan mars totalitas perjuangan mahasiswa, kemudian dilanjutkan dengan Mimbar Bebas yang diisi orasi serta puisi yang di tampilkan oleh peserta aksi secara bergantian.
Dalam sambutannya presiden mahasiswa universitas Madura Muchtar Rosyid menyampaikan ” Mimbar bebas dan seruan moral ini digelar merupakan suatu bukti bahwa nalar kritis kaula muda, khususnya mahasiswa masih tetap ada dan berlipat ganda. Selain sudah menjadi tanggung jawab ini juga menjadi beban moral yang harus ditunaikan, sebab pada mahasiswa masyarakat berharap. Lebih-lebih mahasiswa sebagai check and balance dari pemerintahan. Maka sudah seyogianya mahasiswa turut serta merespons dinamika politik hari ini, yang sudah terang-terangan mengangkangi demokrasi, Etika merupakan hal yang harus dijunjung tinggi, karena negara ini didirikan atas dasar kesantunan hingga tercipta kesatuan,Jangan karena memiliki kekuasaan lalu bertindak seolah-olah tidak membutuhkan moralitas.”
Adapun aksi tersebut berangkat dari beberapa keputusan yang dilakukan oleh pemangku kebijakan yang dinyatakan melanggar kode etik dan terindikasi untuk memuluskan kekuasaan dinasti dalam pemerintahan Indonesia keputusan tersebut di antaranya :
1. Putusan MK NOMOR 90/PUU-XXI/2023
Putusan akhir MK menyatakan bahwa batas usia capres dan cawapres adalah sekurang-kurangnya berusia 40 tahun atau yang berusia dibawah itu sepanjang telah berpengalaman menjadi pejabat negara dan/atau kepala daerah yang didapatkan melalui proses Pemilu atau Pilkada.
2. Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu disingkat DKPP telah menetapkan bahwa Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari dan beberapa anggota KPU telah melakukan pelanggaran etika dengan menerima pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden dalam Pemilu 2024.
3. Pernyataan presiden Jokowi Dodo yang menyatakan presiden boleh berkampanye
Atas dasar tersebut dianggap telah melakukan pelanggaran etik dan membuat merosotnya demokrasi di Indonesia
Aksi yang berlangsung kurang lebih 3 jam tersebut ditutup dengan pernyataan sikap yang dibacakan oleh presiden mahasiswa Universitas Madura yang memuat beberapa point:
1. Mendesak Presiden untuk bersikap netral, adil, dan menjadi pemimpin bagi semua kelompok dan golongan, bukan untuk sebagian kelompok.
2. Mendesak semua aparatur pemerintahan untuk berhenti menyalahgunakan kekuasaan
3. Mendesak ketua KPU RI agar mundur dari jabatannya, selayaknya mengingat jejak dia sudah 3 kali mendapatkan “sanksi teguran keras” dari DKPP KPU RI karena terbukti telah melakukan pelanggaran etik, sebagai bentuk penghormatan nilai cita demokrasi masyarakat Indonesia
4. Meminta kepada seluruh elemen bangsa untuk bersama-sama merawat cita cita kemerdekaan dengan memperjuangkan terwujudnya iklim demokrasi yang sehat,jujur,adil dan bermantabat.
Pernyataan sikap tersebut, kemudian diberikan kepada pihak Rektorat, dalam hal ini Warek III sebagai kepanjangan rektor, guna ditandatangani. Sebelum kemudian disebarluaskan sebagai pernyataan sikap BEM sebagai representasi Civitas academica Universitas Madura.